Pemuliaan Tanaman pada Tanaman Kedelai

 PEMULIAAN TANAMAN KONVENSIONAL DAN REKAYASA GENETIKA PADA TANAMAN KEDELAI

oleh : Zainab Hanun Azizah (211510301042) 


Pemuliaan tanaman konvensional dan rekayasa genetika sebenarnya memiliki persamaan dalam menentukan tujuannya yaitu mendapatkan individu tanaman dengan karakter unggul yang secara genetis sudah mengalami modifikasi. Namun, tak memungkiri juga adanya perbedaan antara pemuliaan tanaman konvensional dengan rekayasa genetika dalam hal modifikasi yang terjadi pada genom tanaman. Pemuliaan tanaman konvensional yakni menggunakan cara persilangan untuk mendapatkan individu tanaman unggul, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama. Sedangkan rekayasa genetika melakukan modifikasi genetis yang secara langsung melakukan insersi atau pelekatan gen asing (yang membawa sifat unggul yang kita inginkan) ke genom tanaman. Perbedaan antara pemuliaan tanaman secara konvensional dan rekayasa genetika dapat dilihat dalam melakukan modifikasi genetis. Pemuliaan tanaman konvensional cenderung lambat, terjadi secara alamiah, modifikasi genetis terjadi secara acak. Sedangkan rekayasa genetika sangat cepat, dilakukan secara buatan dengan mengintroduksi gen baru pada tanaman sesuai dengan yang kita inginkan, secara terarah.

Badan pangan dunia atau FAO, memperkirakan akan terjadi kelangkaan pangan dunia pada tahun 2050. Hal ini tentu saja dikarenakan populasi penduduk di dunia yang akan semakin pesat dan menjadi tantangan tersendiri untuk mencukupi kebutuhan pangan. Terlebih kendala jumlah sisa lahan pertanian di dunia yang sangat kecil dan terbatas. Dalam menghadapi masalah tersebut, teknologi rDNA atau Genetically Modified Organism (GMO) akan memiliki peranan yang sangat penting. Namun dalam praktik percobaannya, sangat perlu diperhatikan pula kemungkinan efek buruknya pada lingkungan atau ekosistem dan sebisa mungkin jangan sampai terjadi kerusakan.

 

Sumber : economy.okezone.com

Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merill) tergolong dalam kelompok tanaman Leguminosae (tanaman polong-polongan) di Indonesia merupakan komoditas strategis pangan ketiga setelah padi dan jagung. Di samping untuk meningkatkan ketahanan pangan di mana kedelai sebagai sumber bahan baku produksi makanan pokok masyarakat Indonesia yang menyukai tempe, tahu, susu dan kecap, ternyata kedelai juga berguna untuk menanggulangi masalah kekurangan gizi karena kedelai tergolong kelompok biji-bijian yang berprotein tinggi. Akan tetapi, sangat disayangkan bahan baku tempe di Indonesia sebagian besar (80%) berasal dari kedelai impor yang berasal dari Amerika dengan notabene-nya transgenik (GMO) sebesar 1,8 juta ton. Kedelai yang ditanam di Amerika Serikat sebagian besar adalah kedelai transgenik RR (Roundup Ready), yaitu kedelai toleran herbisida berbahan aktif glifosat. Diketahui alasan para pengrajin tempe lebih senang menggunakan kedelai impor yakni kedelai impor berukuran lebih besar, putih dan mudah diperoleh setiap saat. Sedangkan kedelai lokal, meskipun rasanya lebih enak, tetapi ukuran bijinya lebih kecil dan tidak terdapat setiap saat. Apalagi kedelai impor yang dominannya GMO ini memiliki ketahanan dari serangan hama yang membuat petani bisa lebih hemat. Namun, perlu juga dipikirkan dan dikhawatirkan sisi negatifnya yang karena protein asing di kedelai transgenik akan membuat enzim pencernaan sulit mengenalnya. Apabila efeknya berkelanjutan, maka bisa memicu alergi pada pencernaan, pernafasan, kulit, sakit kepala. Namun juga, selama ini dari pemerintah belum ada pembuktian ilmiah yang pasti mengenai efek produk GMO bagi kesehatan. Selain itu, pemerintah juga perlu mengerahkan upaya-upaya mengatasi permasalahan impor kedelai ini salah satunya adalah dengan peningkatan produktivitas.

Hibridisasi atau persilangan merupakan penggabungan karakter potensial seperti karakter produksi tanaman menjadi tanaman baru yang unggul. Beberapa faktor yang menjadi penghalang keberhasilan persilangan seperti faktor lingkungan yang kurang mendukung, faktor ketersediaan polen, faktor pemeliharaan, dan faktor breeder dapat diminimalisir dengan menggunakan rumah kaca atau glasshouse. Keberhasilan suatu persilangan buatan pada kedelai ditentukan oleh tingkat keberhasilan persilangan dan banyaknya biji hasil persilangan varietas-varitas tetua.

Hibridisasi atau persilangan buatan kedelai memiliki tiga kegiatan. Pertama, kastrasi yang merupakan kegiatan membuang bagian bunga yang tidak digunakan seperti sepal dan mahkota pada bunga yang selanjutnya akan dilakukan emaskulasi. Kedua, emaskulasi merupakan kegiatan membuang serbuk sari pada bunga yang akan disilangkan yang dilakukan sekitar umur ±30 hst atau pada saat tanaman betina telah muncul kuncup bunga. Kemudian terakhir, penyerbukan yaitu mengambil serbuk sari dari bunga jantan untuk dipertemukan dengan kepala putik pada bunga yang telah dikastrasi dan emaskulasi. Uji keberhasilan ini dilakukan oleh salah satu mahasiswa Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian Malang pada tahun 2018 yang bernama Akhmad Zainuri Alvi. Dia melakukan persilangan tanaman dengan rincian sebagai berikut :

A : Persilangan antara varietas (Dena 1 ♀ x Dega 1 ♂)

B : Persilangan antara varietas (Dega 1 ♀ x Dena 1 ♂)

C : Selfing Dega 1 dan Dena 1 dikastrasi dan emaskulasi (sebagai kontrol)

D : Selfing Dega 1 dan Dena 1 tanpa kastrasi dan emaskulasi (sebagai kontrol)

Persilangan dua varietas kedelai yang telah dilakukan ini dapat diketahui keberhasilannya setelah 7-11 hari yang ditandai dengan munculnya calon polong yang mulai membesar dan bunga tetap berwarna hijau. Sebaliknya jika gagal, maka ditandai calon polong tidak dapat membesar dan warna bunga berubah menjadi coklat. Hasilnya, pada set persilangan Dega 1 ♀ X Dena 1 ♂ memperoleh persentase keberhasilan persilangan yang lebih tinggi daripada set persilangan Dena 1 ♀ X Dega 1 ♂. Terdapat pula rata-rata persentase keberhasilan persilangan pada kedua set persilangan memperoleh 19,5% yang termasuk dalam kategori keberhasilan rendah.

Rekayasa genetika pada tanaman umumnya mencakup beberapa tahapan. Pertama, ekstraksi DNA merupakan prosedur umum yang berprinsip mengeluarkan DNA dari sel untuk memisahkan dan mengumpulkan DNA. Contoh proses ekstraksi DNA (modifikasi metode CTAB) yaitu DNA diekstrak dari daun tanaman kedelai transgenik R1 dan R2 yang telah ditanam di rumah kaca. Ekstraksi DNA dilakukan dengan cara menggerus kurang lebih 0,5-2 g daun yang telah disimpan dalam ruang gelap bersuhu -20 derajat celsius dengan nitrogen cair hingga menjadi serbuk halus. Serbuk daun tersebut dipindahkan ke dalam tabung corning dan ditambah dengan bufer ekstraksi 1 M Tris HCl (pH 7,5); 0,5 M EDTA (pH 8); 5 M NaCl; 1% CTAB; 140 mM Na-bisulfite, hal ini yang kemudian diproses kembali dengan tujuan untuk dimurnikan hingga dapat digunakan dalam analisis PCR. Hasil PCR positif ditunjukkan dengan munculnya pita DNA pada gel hasil elektroforesis pada posisi 600 bp. Kemurnian DNA yang baik untuk uji molekuler berkisar antara 1,6-1,8.

Kedua, kloning gen yang bertujuan untuk memperbanyak gen unik yang diharapkan. Contohnya dalam tanaman kedelai bahwa efektivitas sistem simbiosis antara Bakteri Bintil Akar (BBA) yang berperan untuk memfiksasi nitrogen dengan tanaman legum yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah. Pada proses ini terdapat plasmid rekombinan untuk pembentukan klon, yaitu sel-sel individu yang mengandung molekul DNA rekombinan yang dapat dipropagasi dan disimpan untuk memproduksi molekul DNA rekombinan dalam jumlah besar sehingga dapat digunakan untuk mempelajari karakter fisiologis tertentu ataupun untuk mengonservasi molekul DNA rekombinan dalam keadaan stabil (Dawson et al. 1996). Plasmid rekombinan ini juga dapat digunakan untuk menganalisis sekuen DNA sisipan, mengetahui protein yang disandikan oleh sekuen gen tersebut dengan cara membandingkan dan menyejajarkan data urutan asam amino DNA sisipan dengan data GeneBank. Ketiga, desain gen merupakan kegiatan rekayasa genetika yang dilakukan dengan mengubah susunan basa dalam area kode (encode region) gen yang akan menentukan produksi protein tertentu. Tahap pertama dalam desain primer dilakukan eksplorasi sekuensi gen cfl dari gen Bank NCBI dan diperoleh lima jenis bakteri dari patovar P. syringae dan dua jenis bakteri lain yang memiliki gen cfl. Keempat, transformasi genetika merupakan suatu perpindahan (transfer) gen asing yang diisolasi dari tanaman, virus, bakteri atau hewan ke dalam suatu genom baru (new genetic background) (Webb dan Morris, 1992). Beberapa teknik transformasi yang dikenal adalah elektroforesis, gene-gun dan mempergunakan bakteri Agrobakterium tumefaciens. Terakhir yang kelima, pemuliaan tanaman di lapangan. Hasil analisis molekuler menunjukkan bahwa hanya satu sampel tanaman yang menghasilkan pita sebesar 600 bp (positif), yaitu AT 1 (Tidar), sehingga tanaman ini kemungkinan besar mengandung gen pin II yang sedikit lebih tahan terhadap hama penggerek polong (Etiella zinckenella Tr.) daripada tanaman kedelai nontransgenik (Kontrol).

Jadi, dari penjelasan di atas kita bisa mengetahui pemuliaan tanaman itu seperti apa dan terlebih dasar-dasar gambarannya yang diterapkan pada tanaman kedelai. Dari sinilah kita juga bisa melihat apa saja dampak positif maupun negatif yang terjadi. Semoga selain menambah pengetahuan, artikel ini juga sebagai bahan renungan untuk kita sebagai manusia harus melestarikan lingkungan agar bumi kita terjaga sehingga tetap bisa dihuni dengan nyaman dan aman. Terima kasih para pembaca!


DAFTAR PUSTAKA

 

Alvi, Akhmad Zainuri. 2018. Uji Keberhasilan Persilangan Dua Varietas Kedelai (Glycine Max (L.) Merill). Skripsi. Universitas Brawijaya Malang.

 

Tando, Edi,. Juradi, Afif. 2019. Upaya Peningkatan Kualitas Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merill) Melalui Pemanfaatan Bioteknologi dalam Mengatasi Kelangkaan Pangan. Jurnal Agrotek. 3 (2) : 113-128.

 

Komentar